Buscar

Jumat, 12 November 2010

Hijjaz sebelum mata terlena

Selimut diriku

Dengan sutra kasih sayangMu

Agar lena nanti, aku mimpikan surga yang indah

Abadi

Pabila ku terjaga

Dapat lagi kurasai

Betapa Harumnya. wangi surga firdausi

oh illahi

Rabu, 10 November 2010

Cantik, ijinkan aku menunduk

Demi Allah,

aku tak tahu apa harus kukecam hawa nafsuku,

atas cinta

Atau mataku yang menggoda,ataukah hati ini

Jika kukecam hati, ia berkata : Ini Gara - gara mata yang memandang!

Dan jika kuhardik mata, ia berdalih : Ini kesalahan hati!

Mata dan hati telah dialiri darah,

Maka wahai Rabbi, jadilah penolongku atas mata dan hati ini

( Kata - kata seorang penyair yang dikutip oleh Syaikh ' Abdul ' Aziz Al Ghazuli dalam Ghadhdhul Bashar)

Minggu, 29 Agustus 2010

3 Tingkatan Syukur Bagi Mahasiswa

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Pertama mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT. dan tak lupa kita kepada jujungan kita Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan hari ini saya akan menyampaikan 4 tingkatan syukur bagi mahasiswa di lihat dari segi Trasportasi, unsur - unsurnya yaitu

  1. Jika kita di berikan kendaraan seperti mobil bagi yang mampu maka kita harus bersyukur karena sudah di berikan oleh Allah SWT kendaraan dan kita jangan lupa tetap rendah hati kepada semua teman di sekeliling kita.
  2. Tingkatan kedua yaitu jika kita di titipkan sebuah sepeda maka jangan lah mengeluh terima dengan senang hati toh pakai sepeda bukan sebuah "aib" justru dengan sepeda kita mendukung program Pemerintah seperti kita semua ketahui pemerintah menggalakkan Mari bersepeda minimal 2 kali seminggu.
  3. Tingkatan yang ketiga yaitu jika kita berjalan kaki maka janganlah pula merasa iri terhadap teman- teman kita yang memiliki kendaraan sebaiknya kita tetap bersyukur karena Allah pernah bersabda : Barang Siapa yang berjalan menuju Taman Surga ( Sekolah , Kampus dan Perpustakaan) Maka Allah akan memberi pahala kepada orang tersebut.
Kesimpulan : Sebaiknya kita wajib bersyukur atas apa yang telah Allah SWT kepada kita semua
Wassalam

Rabu, 21 Juli 2010

Detik Terakhir aku di Kebumen

Tiba saatnya aku meninggalkan tanah kelahiranku Kebumen . aku merasa ada sesuatu yang hilang dalam hatiku aku dilimuti rasa kehilangan yang sangat mendalam tapi bukan soal cerita tentang cinta walaupun aku pernah merasakan itu tetapi kali ini berbeda yaitu rasa berat meninggalkan kampung halaman karena aku harus meninggalkan orang tua, teman - teman baiku saat di kebumen. Tetapi inilah jalan yang sudah di takdirkan oleh Allah SWT dan aku harus menerimanya dengan besar hati.Selain itu aku pergi meinggalkan kampung halaman menuju Jogja untuk melanjutkan study ke universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan Hukum dan aku ingin menjadi pengacara yang membela semua golongan tidak memilih status sosial dan lain- lain.

Rabu, 30 Juni 2010

Perjalanan ke Yogyakarta

Pagi ini senin,30 Juni 2010 aku dan saudara kembarku pergi ke Yogyakarta dengan menggunakan bus PATAS jurusan Yogyakarta - Purwokerto. Kami berangkat dari rumah pukul 09:00 WIB. Dalam perjalanan kami mendengarkan lagu yang bernyanyi sepanjang jalan,Selain mendengarkan musik kami juga melihat sawah yang sangat luas. Tak terasa bus sudah sampai ke tempat tujuan dan kami berdua turun dan menuju sebuah mobil travel untuk melanjutkan perjalanan yang kira - kira menempuh jarak kurang lebih 3 km, setelah perjalanan yang sangat jauh kami masih harus berjalan kaki 100 meter untuk sampai di rumah saudara

Rabu, 17 Februari 2010

Deny Indrayana

Meraih doktor di luar negeri bukanlah perkara mudah. Selain persaingan yang begitu ketat, beasiswa yang pas-pasan, juga target waktu kelulusan yang sudah ditetapkan oleh sponsor sangat ketat. Maka mahasiswa harus pintar-pintar mengatur semua kendala tersebut.

Kenyataan ini dialami juga oleh Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., dosen Fakultas Hukum UGM. Mendengar namanya, tentu kita sudah terbiasa. Tetapi, mengenal lebih dekat siapa sesungguhnya dia, barangkali belum banyak yang punya kesempatan. Maka simaklah uraian berikut:

“Setelah lulus doktor, tentu perasaan saya senang, karena lulus itu memerlukan perjuangan juga. Perjalanan intelektual yang tidak sederhana. Tiga tahun saya di sana. Saya harus mengejar deadline, karena orang biasanya harus selesai dalam waktu 4-5 tahun. Padahal beasiswa saya hanya dikasih tiga tahun. Batas waktu itu cukup menekan. Tapi, di sisi lain memotivasi untuk melakukan yang terbaik. Tentunya setelah selesai ada perasaan lega dan senang karena salah satu tugas telah selesai. Tapi ada perasaan, masih banyak tugas lain yang dilakukan setelah itu”, ujar laki-laki kelahiran 11 Desember 1972 di Pulau Laut ini.

Bung Denny adalah seorang doktor termuda di UGM. Dia sengaja mengambil gelar doktor di luar negeri karena, antara lain sistem pendidikan doktor di luar negeri lebih baik. “Ada beberapa alasan mengapa saya tidak mengambil doktor di UGM, pertama, saya menilai sistem pendidikan di luar negeri masih lebih baik. Dari sisi kualitas, sisi ketersediaan literatur yang berkait dengan teori. Jika berkait dengan literatur penelitian saya, mungkin lebih banyak datanya di sini. Tapi teori tentang constitusion making (pembuatan konstitusi) lebih banyak sumbernya dari luar negeri, salah satunya di Universitas Melbourne, salah satu universitas terbaik dalam bidang hukum di Australia.”

“Kedua, agar saya juga bisa lebih berkonsentrasi. Bila saya menyelesaikan S3 di sini, saya merasa lebih sulit. Karena saya harus membagi waktu dengan banyak hal terutama pekerjaan. Saya harus ngamen ke sana sini karena itu sebagai realitas dosen. Dengan adanya saya di sana saya pikir saya lebih konsentrasi untuk fokus menyelesaikan studi,” tambah peraih Doktor of Philosophy (Ph.D) dari Faculty of Law University of Melbourne Australia 2005.

Selama mengikuti Program Ph.D., Bung Denny sempat pulang tiga kali ke Indonesia untuk penelitian dan seminar.“Tiga tahun saya di sana, sempat pulang tiga kali ke Indonesia karena penelitian lapangan dan undangan seminar di UGM. Tapi 95% saya ada di Melbourne University. Saya sudah kembali setahun yang lalu, dari 2002-2005. Selama menjalani pendidikan di sana saya dibantu dari beasiswa ADS (Australian Development Scholarship)”, ujar peraih master dari University of Minnesota, USA tahun 1997 ini.

***

Bung Denny bukan orang Jawa dan bukan pula dibesarkan di Jawa. Tetapi, dia sangat senang bekerja di UGM. Lalu, di mana dia dibesarkan? “Masa kecil saya nomaden. Saya dilahirkan di pulau kecil, paling selatan pulau Kalimantan, namanya Pulau Laut. Sampai sekarang ini pulau tersebut sering hidup mati penerangan listriknya. Saya sempat duduk di bangku SD di Manokwari Irian Jaya hingga kelas tiga. Akhirnya balik lagi ke Kalsel hingga lulus SMA. Karena saya ikut orang tua yang bekerja di salah satu milik BUMN pemerintah. PT. Perhutani II. Setelah pensiun, bapak saya menggeluti wiraswasta,” ungkap Bung Denny

Bung Denny adalah juga seorang penulis produktif di media pers. Apakah dia memang dapat pelatihan khusus menulis di media pers selama kuliah di Melbourne? “Saya memetik pengalaman selama di Melbourne, terutama intellectual journey. Perjalanan intelektual itu melelahkan, naik turun, secara psikologi, mental dan fisik. Bayangkan, setiap hari saya mesti berangkat dari jam 08 pagi dan pulang jam 12 malam. Setiap hari, termasuk Sabtu dan Minggu. Kegiatan itu sudah menjadi rutinitas. Fulltime saya dikasih waktu untuk menulis disertasi. Ada lah saya jalan-jalan ke pantai dengan keluarga. Itu juga kalau sudah jenuh. Karena di sana saya bawa keluarga. Hampir semua waktu saya tersita untuk disertasi. Kadang saya menulis ke berbagai media massa saat saya merasa jenuh,” ujar lulusan Sarjana Hukum dari fakultas Hukum UGM tahun 1995.

Kendati menulis artikel di media pers bagi Bung Denny hanya untuk menghilangkan jenuh, ternyata artikelnya banyak digemari khalayak. Lalu bagaimana dia menjalani masa-masa menulis disertasinya? “Belajar di sana saya memerlukan banyak konsentrasi. Saya punya ruangan khusus di tempat tinggal saya. Ruangan kamar saya sekat untuk tempat belajar. Di bawah meja belajar saya sediakan kasur atau matras. Kadang kalau saya capek atau jenuh, saya tertidur di bawah meja itu. Barangkali di Australia mungkin hanya saya punya kebiasaan seperti itu. Saya punya target untuk menyelesaikan disertasi ini dalam tepat waktu. Tiga minggu terakhir saya tidur di situ karena istri saya sudah pulang ke tanah air,” ungkap Direktur LSM Indonesian Court Monitoring (ICM) ini.

Masalah biaya hidup bagaimana? Apakah Bung Denny sudah merasa cukup dengan biaya hidup yang diberikan ADS? “Selain kuliah saya juga menjadi loper koran dan buruh di pasar Australia untuk menambah masukan,” tutur pria yang pernah duduk di bangku kelas tiga salah satu SD di Manokwari Papua ini.

***

Setelah menyelesaikan pendidikan doktor di Australia, Bung Denny dapat mengkomparasikan pendidikan di luar negeri dan di UGM sendiri. “Kita masih perlu memperbaiki metode pendidikan, memperbanyak ruang kuliah, rasio dosen dan mahasiswa yang lebih ideal, perpustakaan yang lebih lengkap, metode belajar yang lebih aktif, mahasiswa yang lebih aktif. Banyak hal sebenarnya yang bisa dipetik. Diakui, setidaknya di fakultas hukum sendiri belum sampai ke arah sana mungkin sudah mengarah ke sana, tentunya memerlukan upaya kerja keras,” kata Bung Denny yang pernah menjadi asisten pengacara Jeremias Lemek Law Firm Yogyakarta 1994-1995.

Selain menjadi dosen, Bung Denny aktif di LSM Indonesian Court Monitoring, sebagai lembaga pemantau peradilan yang berdiri April 2000. “LSM ini berangkat dari keresahan atas marak kotornya dunia hukum atau dunia peradilan karena praktek-praktek menyimpang atau sering kita sebut dengan mafia peradilan (judicial corruption) dimana hukum diperjual-belikan, diperdagangkan, dinistakan. Kita pikir ada lembaga yang serius yang menyuarakan semangat anti mafia peradilan. Kita di situ adalah teman-teman Fakultas Hukum UGM, aktivis seangkatan dan mahasiswa yang punya keresah-an dan kepedulian yang sama,” kata Ketua Pengkajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM.

Selama menjadi mahasiswa S-1, Denny muda malah jarang kuliah, mungkin dibilang hanya 25% saya duduk manis di bangku kuliah. Kuliah-kuliahnya lebih banyak di ruang BEM, kegiatan organisasi, diskusi dengan teman-teman di bawah pohon atau di depan musholah. Baginya, kegiatan itu lebih mengasyikan dan merangsangnya untuk lebih semangat belajar. Meskipun demikian, dia bisa lulus dalam 4 tahun dengan IPK 3,23. (Wawancara dan penulisan: Gusti Grehenson).

 
Jendela Khasanah | Copyright © 2011 Diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger